Pentingnya Materi Energi Baru Terbarukan Masuk Kurikulum Sekolah

Author : Humas | Kamis, 18 Juni 2020 10:23 WIB
Prof. Dr. Yus Mochamad Cholily, M.Si. . (Foto: Humas UMM)

AGAR pengetahuan tentang Energi Baru Terbarukan (EBT) terdiseminasikan ke masyarakat dengan baik, tidak cukup dikampanyekan tanpa aksi konkrit. Demikian ditekankan Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Dr. Yus Mochamad Cholily, M.Si. bahwa perlunya memasukkan materi energi terbarukan ke kurikulum sekolah. Hal itu disampaikan Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Matematika UMM ini dalam webinar Saintek Unimuda Sorong, Rabu (17/6) siang via Zoom.

“Isu energi terbarukan memang belum digencarkan secara maksimal oleh Indonesia. Padahal, di beberapa negara maju, energi terbarukan bahkan masuk dalam kurikulum,” sebut Prof. Yus. Ketertarikan Prof. Yus dalam isu energi terbarukan mendorongnya melakukan riset di tahun 2014. Risetnya ini telah membuahkan puluhan media pembelajaran Solar Cell. Hingga saat ini sejumlah sekolah negeri di Kota Malang dan beberapa sekolah di luar Kota Malang sudah memanfaatkan temuan dosen FKIP UMM ini.

“Kalau di Kota Malang media pembelajaran ini sudah dikerjasamakan dengan SMP Sabilillah, SMPN 14, SMPN 21 dan SMPN 24. Dan sebagian lagi digunakan juga di beberapa sekolah di luar kota seperti di Jogjakarta dan Semarang,” urai Prof. Yus, dalam webinar bertajuk “Edukasi Energi Terbarukan di Era New Normal” yang juga turut menghadirkan dosen Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Unimuda Sorong Ir. Eko Tavip Maryanto, M.T. Webinar diikuti berbagai lapisan masyarakat, mulai mahasiswa hingga pengajar.

Baca juga:  Soroti Kesiapan Dunia Pendidikan Malang dan Batu di Era New Normal

Media pembelajaran Solar Cell adalah sebuah prototype Solar Cell. Alat ini bisa menjelaskan bagaimana cara kerja Solar Cell dalam menangkap energi matahari. Hingga energi itu bisa dimanfaatkan lebih untuk berbagai kebutuhan. Yang dibuatnya ini adalah perangkat yang dilengkapi dinamo dan lampu. Jadi siswa-siswi dapat langsung mempraktikkan sendiri bagaimana Solar Cell bekerja. “Jadi saat pelajaran soal energi, mereka bisa langsung memakai media pembelajaran Solar Cell ini sebagai media pembelajaran,” terangnya.

Beberapa tahun terakhir, Prof. Yus memang tengah getol pada kajian pendidikan berbasis energi terbarukan. Semua berawal dari tantangan penelitian terkait isu energi dari kampus. Ia menggagas riset optimalisasi energi surya sebagai bagian dari energi terbarukan. Ia kemudian membuat kurikulum energi terbarukan dan prototype solar cell sebagai media pembelajaran berkelanjutan di sekolah. Ia berpikir generasi pelajar inilah yang harus ditanamkan pemikiran bahwa energi terbarukan adalah masa depan.

Dan media pembelajaran Solar Cell, sambung Prof. Yus, adalah salah satu cara paling efektif dalam menerapkan energi terbarukan dalam dunia pendidikan. Sebab masyarakat Indonesia sejauh ini masih cenderung terpaku pada energi yang umum digunakan seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), gas dan batu bara. “Padahal, energi tersebut suatu saat dipastikan akan habis, karena jumlahnya yang terbatas. Sedang manusia menggunakan energi tersebut secara terus menerus,” sambungnya menjelaskan.

 Baca juga: Sukses Kembangkan Padi 400 Bulir Per Batang

Sebenarnya banyak energi terbarukan di sekitar manusia yang sangat melimpah, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Seperti halnya sinar matahari, angin hingga gelombang dan arus air. "Waktu ke Jepang (saat melakukan riset,red) saya diledek, karena saya berasal dari negara tropis yang melimpah akan sinar matahari hampir sepanjang tahun. Tapi kenapa tidak memanfaatkan itu sebagai energi terbarukan," papar Direktur Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) UMM ini.

Untuk tahun 2020, ia berencana menggagas kelas mandiri energi. Ia akan mengajak sekolah untuk memiliki satu ruang kelas khusus yang memiliki energi mandiri. Kelas tersebut nantinya akan digunakan sekaligus untuk pembelajaran energi terbarukan. "Satu kelas saja yang memiliki energi mandiri, tapi itu bisa digunakan sepanjang tahun, tidak seperti listrik PLN yang masih iuran setiap bulannya," papar suami dari Meinarni Susilowati.

Estimasi pendirian untuk kelas mandiri energi adalah sekitar Rp. 10 juta. Dana tersebut hanya dikeluarkan pada awal instalasi solar cell, dan dapat digunakan sepanjang tahun. Mungkin beberapa kali membutuhkan biaya perawatan, atau pergantian accu sekitar dua tahun sekali. "Kalau kita hitung-hitungan, menggunakan solar cell ini hanya besar biaya di awal. Kita gagas digunakan di kelas karena penggunaan listrik optimalnya siang. Jadi cocok dengan energi solar cell ini, yang optimal di siang hari," tukasnya. (can)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image