UMM Tholabul Ilmi ke Pondok Gus Baha

Author : Humas | Rabu, 15 Juli 2020 10:14 WIB
Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. (kiri) hadir langsung Ngaji ke Gus Baha'. (Foto: Rino/Humas)

UNIVERSITAS Muhammadiyah Malang (UMM) punya tradisi tholabul 'ilmi ke sejumlah tokoh, cendekiawan, negawaran hingga ulama di Indonesia. Kali ini (14/7), rombongan Kampus Putih bertandang ke salah satu ulama kharismatik, KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha yang merupakan pengasuh Pesantren Tahfidzul Quran Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA, Rembang, Jawa Tengah.

UMM mengirimkan dosen dan karyawan untuk mengikuti pengajian di pesantren yang diasuh Gus Baha di Narukan, Kragan, Rembang ini. Kedatangan rombongan Kampus Putih ini selain untuk tholabul ilmi juga untuk mengadakan pengajian dalam jaringan (daring/online) yang dapat disaksikan di akun resmi YouTube UMM, UMMTube. Beberapa jam siaran pengajian ini diunggah, sudah ditonton lebih dari 20 ribu kali.

Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. memimpin langsung rombongan. “Silaturahmi ini merupakan cara kami untuk tholabul ‘ilmi. Biasanya kami mengundang, tapi juga biasanya bersilaturahmi. Alhamdulillah, pagi ini kita bisa bersilaturahmi. Kehadiran kita bersama dalam rangka untuk menambah wawasan keilmuan kita, khususnya adalah memperbaiki cara beragama kita. Mudah-mudahan menjadi kaffah,” ungkap Fauzan. 

Baca juga: Dosen UMM Terbitkan Buku di Amsterdam, Belanda

Pengajian Gus Baha selama ini sangat digemari. Karena semua materi disampaikan secara jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Selain itu melalui uraian Gus Baha, Islam hadir dengan wajah yang sangat menyenangkan. Apalagi ketika menyampaikan materi Gus Baha juga banyak humor-humor cerdasnya. Tak heran Gus Baha dikagumi oleh banyak masyarakat Islam dari lintas organisasi.

Selain itu melalui uraian di setiap pengajian Gus Baha, Islam hadir dengan wajah yang sangat menyenangkan. Apalagi ketika menyampaikan materi ulama nusantara ini juga banyak diselipkan humor-humor cerdasnya. Tak heran Ia dikagumi oleh masyarakat Islam dari lintas organisasi. Kehadiran Gus Baha menjawab kebutuhan umat di tengah banyaknya da’i atau pendakwah yang kering dalam menyampaikan ajaran Islam.

Rektor Dr. Fauzan, M.Pd. lantas menyebut pentingnya untuk mengkaji Islam dari banyak tokoh. Mengkaji dalam rangka belajar untuk tidak hanya memahami satu sisi dari ajaran agama Islam. Satu versi dari ajaran agama. “Akan tetapi agama ini diturunkan untuk semua, maka terjadinya perbedaan ijtihad-ijtihad para ulama itu pada dasarnya menjadi rahmat bagi semester alam. Rahmatan lil’alamin,” ungkapnya.

Baca juga: 10 Paper Mahasiswa UMM Lolos di Jurnal Thailand

Dalam pengajiannya, Gus Baha menyebut belakangan ini banyak dai yang mengklaim, dirinya mengajak ke Allah dan Rasul. Tetapi sesungguhnya hakikatnya mengajak ke kelompoknya sendiri. “Saya ini termasuk kiayi yang masih orisinil. Artinya, suatu saat saya tidak laku lagi sebagai kiayi, asal Islam jalan saya senang. Karena nggak penting yang popular saya itu nggak penting. Yang penting agama Islam jalan,” katanya.

Gus Baha dalam inti pengajiannya juga mengajak para jamaah pengajian yang hadir untuk berkaca dari kemahsyuran ulama-ulama Nusantara terdahulu. Banyak fatwa ulama Nusantara yang dipakai oleh kelompok yang justru dianggap berseberangan. Sebutlah Syaikh Khatib Minangkabau, Syaikh Nawawi Banten, atau Syaikh Bagir Nur Jogja. Mereka, berhasil menampilkan wajah agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Dengan menyitir cerita gurunya KH. Maimun Zubair, yang menafsir Al Quran surat al-Anbiya ayat 107: Wama arsalnaka illa rahmatan lil 'alamin. Yang artinya, “Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Disebutkan, dalam ajaran Agama Islam, perbedaan manusia berdasarkan agama, suku, etnis dan ras tidak berlaku bagi risalah kerasulan Nabi.

Baca juga: Buat Alat Siram Cerdas untuk Kampung Tangguh Pasuruan

“Allah itu pasti bikin ulama yang tidak produk arab. Itu pasti ada. Kalau orang arab jadi ulama itu wajar. Bahasanya Arab, domisilinya di arab. Tapi Allah akan selalu bikin ulama yang tidak bangsa Arab. Kenapa, kata Mbah Mun, manusia ini semua kena khitabnya Islam. Kalau tidak ada ulama yang dari berbagai negara, kesannya agama Islam ini hanya milik orang Arab. Itulah kenapa Allah bikin ulama non-arab,” ceritanya.

Karena, sambung Gus Baha, Allah ingin memaklumatkan bahwa orang yang bukan Arab pun bisa belajar Islam yang alimnya tidak kalah dengan orang Arab. “Ini pekerjaan rumah kita bersama. Bagaimana agar orang Arab juga bisa belajar Islam di Indonesia. Bahkan saat ini liga umat Islam dunia juga orang Indonesia masuk di dalamnya. Saya berharap ulama ini bisa lahir dari Malang, terkhusus dari UMM,” harapan Gus Baha. (can)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image