Kasus Grand Indonesia, Kejagung Kembali Periksa Mantan Menteri BUMN

Author : Administrator | Senin, 18 April 2016 10:16 WIB
Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi usai diperikza di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (1/3/2016).

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik pada Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus kembali memeriksa mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi.

Ia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana dalam kontrak pembangunan kompleks Grand Indonesia, Jakarta.

"Penyidikan dugaan tindak pidana korupsi PT GI hadir Laksamana Sukardi," ujar Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Amir Yanto, Senin (18/4/2016).

Selain itu, penyidik juga memeriksa mantan Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour A.M Suseto sebagai saksi dalam perkara ini. Hingga saat ini keduanya masih diperiksa penyidik.

Sukardi sebelumnya pernah diperiksa sebagai saksi. Usai pemeriksaan, ia mengaku tak tahu adanya pembangunan gedung lain di luar kontrak antara PT Grand Indonesia dan Hotel Indonesia Natour.

Menurut perjanjian yang dia ketahui, pembangunan dalam kontrak hanya pembangunan dua mal, satu hotel, dan satu lahan parkir.

Selain yang disebutkan di atas, ternyata dibangun lagi dua gedung, yakni Menara BCA dan Hotel Kempinski.

Sukardi mengakhiri jabatannya sebagai menteri pada Oktober 2004. Setelah itu, dia tidak tahu lagi bagaimana perkembangannya.

Namun, menurut informasi yang Sukardi dapat dari internal Kementerian BUMN, memang benar tidak ada penambahan dua bangunan itu dalam kontrak.

Menurut dia, tak ada rencana penambahan dua bangunan dalam negosiasi kontrak.

"Seharusnya ketika gedung pembangunan selesai, ada berita acara pembangunan dilaporkan ke pemegang saham, Menteri BUMN, dengan direktur. Yang jelas pada awalnya tidak ada pembahasan," kata Sukardi.

Kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia ini diduga merugikan BUMN tersebut sebesar Rp 1,2 triliun.

Awalnya, negara memiliki lahan yang saat ini terbangun kompleks Grand Indonesia dan mempercayakan lahan itu kepada PT HIN.

Tahun 2002, perusahaan milik negara tersebut melakukan kerja sama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah (PT CKBI) untuk membangun lahan itu.

Kerja sama yang baru diteken pada 2004 itu menggunakan skema perjanjian bangun-guna-serah atau built-operate-transfer (BOT).

Dalam skema perjanjian itu, hanya empat aset yang sepakat untuk dibangun, yakni hotel bintang lima Kempinsky, pusat perbelanjaan Grand Indonesia west mall, east mall dan fasilitas parkir.

Namun, PT CKBI melalui anak perusahaannya, PT Grand Indonesia, melakukan subkontrak lagi dengan pengusaha lain, yakni BCA dan Apartemen Kempinsky.

Menara BCA dan Apartemen Kempinsky pun memiliki bangunan di aset lahan milik negara tersebut.

Dua pembangunan itu selama ini tidak memberikan pemasukan kepada negara karena di luar dari perjanjian.

Sumber: http://nasional.kompas.com/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared: