Cerita 30 Hari Dosen Fikes UMM Berpuasa di Taiwan

Author : Humas | Minggu, 01 Mei 2022 05:09 WIB
Muhammad Muslih beserta keluarganya sedang di depan gedung National Taiwan Science Education Center. ( Foto: Istimewa)

Melaksanakan puasa Ramadan di negeri orang selalu memiliki cerita menarik dan juga pelajaran. Hal serupa juga dirasakan oleh Muhammad Muslih, dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang kini sedang menempuh studi  doktoral di Taiwan.

“Kalau Bang Toyib tiga kali puasa tiga kali lebaran, saya sudah lima kali puasa lima kali lebaran di sini,” kelakarnya.

Menjadi tahun kelimanya berpuasa di Taiwan, Muslih yang merupakan mahasiswa Taipei Medical University, Ph.D. program in Nursing ini, sudah terbiasa dengan suasana Ramadan di sana. Menurutnya, suasana di luar negeri tentu memiliki perbedaan ketimbang di Indonesia. Tidak ada yang namanya budaya membangunkan sahur hingga berburu takjil. Musim juga menjadi kendala saat pertama kali ia ke Taiwan karena berfek pada rentang waktu berpuasa yang bertambah dua jam.
 
“ Satu-satunya yang mengingatkan kita adalah jam dan aplikasi muslim yang ada di gawai. Lamanya waktu puasa juga tergantung musimnya. Kalau April seperti ini, biasanya jam 4.15 sudah shubuh dan magrib sekitar pukul 18.24. Jadi biasanya berpuasa 14 jaman, bahkan kalau summer bisa hampir jam tujuh malam,” ungkapnya.
 
Ia bercerita, dirinya biasanya jalan-jalan ke masjid-masjid untuk bertemu dengan saudara-saudara muslim dari berbagai negara. Selain itu, Muslih yang tinggal bersama anak dan istirinya di Taiwan juga lebih sering menyiapkan makanan berbuka. Apalagi mengingat tidak ada festival Ramadan di Taiqan yang menjual makanan berbuka seperti di tanah air.

 “Selama 30 hari Ramadan ini, saya biasanya main ke masjid sekalin iftar dan tarawih. Kalau ke tempat lain, rasanya sama saja seperti hari biasa. Paling seru ya ketika main ke masjid, bertemu saudara muslim dari berbagai negara, berbagi cerita dan makanan,” tambahnya.

Terkait makanan, Muslih tidak memiliki makanan favorit selama di sana karena ia sering memasak sendiri bersama keluarga. Menurutnya, makanan Taiwan cenderung hambar, ebrbeda dengan Indonesia yang khas dengan rempah-rempahnya. Kalaupun ingin makan makanan Indonesia di luar, ia akan mengajak keluarganya untuk pergi sederet restoran yang menyajikan menu nusantara.

“Taiwan ini merupakan salah satu dari tiga negara tujuan muslim friendly yang terbaik karena banyaknya makanan dan produk halal yang bisa jadi pilihan. Jadi tidak perlu khawatir kesulitan mendapatkannya,” ungkap Muslih.

Ia juga merasa senang karena mahasiswa muslim di Taiwan seringkali mengadakan acara buka bersama kemudian dilanjutkan dengan tarawih. Acara seperti itu ia nilai bisa mempererat silaturahmi di bulan Ramadan.

“Adapun salat tarawih umumnya dilakukan di masjid yang tersebar di beberapa kota. Kalau di Taipei, ada di Taipei Grand Mosque dan Taipei Cultural Mosque. Selain itu, biasanya mayoritas komunitas mahasiswa muslim di tiap tiap kampus juga mengadakan acara buka bersama dan tarawih bersama selama Ramadan,” pungkasnya. (Zak/Wil)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image