EKSISTENSI PEMILU KAMPUS KURANG DILIRIK, APAKAH TERJADI KRISIS DEMOKRASI MAHASISWA DI UMM?

Author : Humas | Minggu, 09 Juli 2023 19:25 WIB | unews - unews

Foto: Rachmat Ramadhan (Dok. Unews)Foto: Rachmat Ramadhan (Dok. Unews)

Oleh: Rachmat Ramadhan

UNEWS.ID - Pemilihan Umum Raya atau lebih dikenal dengan PEMIRA merupakan salah satu bentuk representasi untuk menerapkan nilai-nilai DEMOKRASI dalam kehidupan kita sebagai mahasiswa

Seperti halnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pelaksanaan demokrasi itu disebut PEMILU (Pemilihan Umum) untuk mencari dan menentukan kualitas seorang pemimpin yang akan membentuk pemerintahan sebagai wadah dalam mewujudkan masyarakat adil makmur. 

Kampus memberikan ruang demokrasi kepada mahasiswa melalui organisasi mahasiswa (Ormawa) sebagai wadah pembentukan karakter serta penyaluran aspirasi dari mahasiswa ke kampus demi terciptanya kedaulatan mahasiswa

Sebagai miniatur negara, ormawa harus mengakomodasi aspirasi mahasiswa sebab dalam sistem demokrasimahasiswa memegang kekuasaan penuh atas pelaksanaan demokrasi kampus yang dijamin secara konstitusional. 

Oleh karena itu, sebagai upaya Ormawa menjalankan demokrasi yang adil dan jujur dalam menentukan pemimpin harus dilakukan melalui PEMIRA yang melibatkan penuh kehadiran dan kesadaran mahasiswa.

Eksistensi Ormawa yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan pemira juga perlu sepatutnya kita perhatikan bersama yaitu bagaimana Ormawa dalam menanamkan nilai dan arti dari kata ”MAHASISWA” serta kehadiran Ormawa itu dapat menjawab segala persoalan yang terjadi di lingkungan kampus

Berbagai macam program yang dihadirkan oleh birokrasi kampus kemudian mencuri perhatian teman-teman mahasiswa yang mengakibatkan menurunnya kesadaran akan pentingnya Ormawa sebagai wadah pembentukan karakter. 

Kompetisi antar Ormawa dan birokrasi ini terus berlangsung di berbagai kampus, tidak terkecuali Universitas Muhammadiyah Malang dengan birokrasinya yang terus menghadirkan berbagai macam tawaran yang lebih menarik dibandingkan dengan program yang dihadirkan oleh teman-teman Ormawa dan seakan Ormawa sudah tak mampu lagi bersaing. 

Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) pada ormawa yang kurang memiliki kesadaran sehingga tidak memberikan daya saing terhadap program yang dihadirkan oleh birokrasi kampus maupun pemerintahan.

Sebagaimana yang tercantum didalam ”Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” demikian pentingnya pembentukan karakter bagi mahasiswa yang salah satunya bisa didapatkan melalui Ormawa sehingga nilai pendidikan itu bukan hanya terletak pada kecerdasan saja namun juga terletak pada pembentukan karakter. 

Namun, kenyataannya mahasiswa sekarang masih kurang dalam hal karakter, bahkan sampai tidak memiliki karakter tersendiri pada individunya. ”Peradaban mahasiswa yang pesat terus mencetak generasi yang labil, tidak percaya diri dan mengekor pada trend. Citra mahasiswa sebagai agent of change, agent of social control pun telah terkontaminasi oleh sikap Hepatitis (Hedonis, Apatis dan Pragmatis) sebagian besar kalangannya.

Kecenderungan akan budaya konsumerisme pada kehidupan kampus-kampus yang secara substansinya terjebak dalam gerakan-gerakan moralis yang sangat jargonistik namun tidak mempunyai posisi ideologis yang jelas” ujar penulis, menggambarkan kondisi yang terjadi di kampus.

Begitu banyak persoalan yang terjadi, mungkin sudah seharusnya kita sedikit merefleksikan diri bagaimana cita-cita mahasiswa yang begitu mulia patut kita perjuangkan bersama.

Kembali pada pembahasan, selain itu, dalam kehidupan sosial di kampus tentang literasi mahasiswa tentang prinsip dan hakikat demokrasi juga harus disuarakan. Para penyelenggara pun wajib memberikan edukasi tentang pentingnya pemira secara bijak agar kesadaran mahasiswa akan demokrasi kampus melalui pemira ini terawat serta teman-teman mahasiswa masih tetap merasa bahwa masih ada demokrasi didalam kampus.

Dalam pelaksanaan pemira dibutuhkan kesadaran mahasiswa untuk menunjang keberhasilan demokrasi di kampus. Tidak adanya pelaksanaan pemira di Universitas Muhammadiyah Malang sejak 2020 sampai 2021 menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi kesadaran mahasiswa akan pesta demokrasi kampus

Faktanya, partisipasi dari mahasiswa pada pemira 2022 itu sangatlah minim, mulai dari fase kampanye calon sampai dengan proses pemilihan itu telah menggambarkan bahwa kesadaran dari teman-teman mahasiswa yang mulai menurun dan bahkan hilang.

Hal ini menjadi tantangan juga merupakan evaluasi penting bagi para penyelenggara pemira dalam mempersiapkan segala kebutuhan mulai dari edukasi tentang pemira kepada mahasiswa sehingga pendidikan politik dapat diwujudkan dengan baik.

Dedikasi dari teman-teman panitia pun juga menjadi pertimbangan sebab dalam pelaksanaan sebelumnya terjadi banyak persoalan dari para personil yang tidak memikirkan tanggung jawab serta amanah yang diemban. 

Terlepas dari segala sesuatu yang terjadi di kampus kita tercinta, mari kita bersama-sama melepaskan ego dan kepentingan individu serta kelompok demi terciptanya demokrasi kampus yang sesuai dengan apa yang kita harapkan bersama. Sekian dari saya, mahasiswa dengan segala persoalan dan ketidaktahuannya. Terima Kasih!

Sumber: unews.id/nasional/2889415374/eksistensi-pemilu-kampus-kurang-dilirik-apakah-terjadi-krisis-demokrasi-mahasiswa-di-umm?page=2
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori