Ami, Dokter yang Paham Hukum Kesehatan Jadi Lulusan Terbaik UMM

Author : Humas | Senin, 26 Oktober 2020 11:24 WIB | Radar Madura - Radar Madura

MADURA – Menjadi dokter instalasi gawat darurat (IGD) bukannya tanpa risiko. Selain harus siap di bawah tekanan atmosfer kegawatdaruratan, dokter IGD juga harus siap dibayang-bayangi ancaman diperkarakan pasien atau keluarga pasien karena dugaan salah penanganan.

Hal inilah yang melatari Rezky Ami Cahyaharnita, dokter IGD RSU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), untuk mantap melanjutkan jenjang pendidikan magisternya di Program Studi Magister Ilmu Hukum UMM.

”Yang membuat saya tertarik mengambil magister ilmu hukum di UMM karena menyediakan konsentrasi kesehatan. Setahu saya baru pertama yang ada di Malang,” kata alumnus Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UMM 2010 ini, Jumat (23/10).

”Nah, terus saya sendiri sebagai dokter IGD juga mikir-nya, di IGD itu banyak banget potensi komplain dari pasien. Entah penanganan yang lama atau mungkin pasien itu tidak mengerti bahwa dokter harus menangani sesuai dengan level kegawatannya,” sambung Ami.

Kedua, jika dokter sudah melakukan tindakan dan hasilnya tidak sesuai dengan harapan pasien, sering kali pasien komplain lantas memunculkan gugatan. Perempuan asal Kabupaten Malang, Jawa Timur, ini, menyadari pentingnya seorang tenaga kesehatan untuk memahami ilmu hukum.

Meski mengaku agak kesulitan untuk menyesuaikan ritme dan materi perkuliahan ilmu hukum yang notabene jauh dari disiplin ilmu kedokteran. Namun, Ami dipermudah dengan adanya matrikulasi.

”Saya juga nggak mengerti sama sekali masalah hukum, benar-benar murni anak IPA terus langsung belajar IPS (hukum, Red). Anak IPA kan banyak belajar ilmu pasti. Sedangkan di hukum kan banyak kemungkinan-kemungkinan,” ceritanya.

”Jadi, belajar itu dari semester awal memang berat sekali rasanya. Matrikulasi, terus diajari dasar-dasarnya hukum. Berat sekali memang dan tidak semua buku juga saya baca,” timpal wisudawati terbaik UMM jenjang magister pada Wisuda Ke-97 Periode III 2020 itu.

Bukan hanya Ami tenaga kesehatan yang memutuskan melanjutkan magister ilmu hukum di UMM. Ada tiga dokter spesialis, dua dokter umum, dan satu perawat. Mereka merupakan angkatan pertama di magister ilmu hukum UMM yang mengambil peminatan hukum kesehatan.

Ami menjadi satu-satunya tenaga kesehatan termuda yang mengambil peminatan hukum kesehatan. Namun, melihat koleganya sesama tenaga kesehatan semangat, Ami terpacu menuntaskan studinya dengan serius.

Sebelum mantap memutuskan untuk mengambil magister hukum, Ami banyak belajar dari pengalaman kerja para dokter di Amerika. Lewat itu, dia mengenal istilah defensive medicine. Defensive medicine adalah suatu bentuk praktik kedokteran di mana seorang dokter akan sangat berhati-hati dan memperhitungkan langkah-langkah aman bagi dirinya agar tidak gampang dipersalahkan atau dituntut pasien. Hal itulah yang membuatnya semakin yakin mengambil studi hukum peminatan kesehatan.

Pasca lulus, Ami tak ingin keilmuannya dikonsumsi seorang diri. Ia ingin literasi seputar hukum kesehatan yang dimilikinya juga bisa ditularkan kepada para koleganya di rumah sakit. Jika ada kesempatan, Ami bahkan berminat untuk melanjutkan jenjang doktoral di bidang studi yang sama.

Lebih jauh, pengetahuannya seputar hukum kesehatan ini dapat membentengi dirinya dari segala bentuk gugatan hukum yang dilayangkan kepadanya dan membantu kawannya sesama profesi tenaga kesehatan.

”Saya banyak mendengar tentang para dokter yang mengabdi di luar kota atau di daerah 3T. Sering kali mereka disalah-salahkan karena penanganan terhadap pasien yang tidak maksimal. Keterbatasan sarana-prasarana. Jadi, pelaksanaan seperti pemeriksaan penunjang nggak bisa dilakukan,” paparnya.

”Kemudian, mereka kalau mungkin melakukan operasi, alatnya juga kurang sesuai dengan standar. Sementara mereka juga mungkin sudah berupaya dengan optimal,” tambah Ami.

Dia berhasil lulus dengan predikat summa cum laude dengan IPK hampir sempurna, yakni 3,97. Dalam tesisnya, Ami melakukan Analisis Subtantif Permenkes Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

Lebih khusus, dalam tesisnya Ami hendak menjawab pertanyaan bagaimana peraturan tersebut ditinjau dari perspektif peraturan perundang-undangan terkait kesehatan, kendali mutu kendali biaya, dan asas-asas umum good governance. (*)

(mr/*/yan/JPR)

Sumber: https://radarmadura.jawapos.com/read/2020/10/24/220990/ami-dokter-yang-paham-hukum-kesehatan
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori