Skripsi Bukan Jaminan Kompetensi, Akreditasi Tanpa Beban Adminstrasi

Author : Humas | Senin, 23 Oktober 2023 14:17 WIB | medcom - medcom

Proses produksi film Tidak Mati, Aku Tetap Menjadi Milikku Selalu buatan mahasiswa UMM sebagai tugas akhir pengganti skripsi. DOK Kiki Rahma Ardiansyah

Proses produksi film Tidak Mati, Aku Tetap Menjadi Milikku Selalu buatan mahasiswa UMM sebagai tugas akhir pengganti skripsi. DOK Kiki Rahma Ardiansyah

Jakarta: Banyak cara menunjukkan kompetensi lulusan perguruan tinggi. Istilah one fit for all tak berlaku lagi.
 
Bagaimana bisa, parameter kompetensi hanya boleh diukur dengan satu penggaris, yaitu skripsi. Pembuktian kompetensi tentu dapat dilakukan dengan cara lainnya.
 
Sebab, pada bidang studi tertentu, sudah seharusnya ada jalan lain pembuktian kompetensi, lewat jalur selain skripsi. Misalnya yang dilakukan tiga mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Chu Livia Christine Wijaya, Muhammad Ammar Nashshar Yusuf, dan Kiki Rahma Ardiansyah.


Ketiga mahasiswa itu membuat film berjudul "Tidak Mati, Aku Tetap Menjadi Milikku Selalu" sebagai tugas akhir. Keberhasilan ketiganya mengerjakan seluruh produksi film tentu menjadi bukti kompetensi mereka sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi Audio Visual itu.
 
Bahkan, karya mereka meraih penghargaan Honorable Mention dalam ajang Student World Impact Film Festival (SWIFF) 2023 di Amerika Serikat. Film ini juga masuk seleksi di Lift-Off Filmmaker Sessions by Lift-Off Global Network 2023.
 
Kini, ketiganya dinyatakan lulus tanpa skripsi. Hal tersebut sangat layak mengingat kompetensi, kemampuan, dan prestasi ketiganya.
 
“Senang dan bersyukur pastinya. Lewat penghargaan ini film kami dihargai dan diakui oleh dunia. Ini juga sebagai pembuktian anak UMM memang bisa berprestasi di taraf internasional. Pihak UMM juga sangat mengapresiasi capaian ini dengan memberikan kelulusan lewat jalur non-skripsi,” beber Kiki kepada Medcom.id, Kamis, 19 Oktober 2023.
 
Kiki yang bertindak sebagai sutradara film tersebut mengungkapkan UMM menyediakan dua cara untuk lulus, yakni skripsi dan tugas akhir.
 
Sebagai mahasiswa Audio Visual, dia lebih tertarik membuat tugas akhir dalam bentuk film. Kiki membuat grup tugas akhir bersama Chu Livia dan Ammar.
 

Baca juga: 3 Mahasiswa UMM Lulus Tanpa Skripsi? Ternyata Ini Sebabnya


Dari sisi pendampingan pengerjaan tugas akhir tersebut, dosen pembimbing memiliki treatment serupa ketika mendampingi mahasiswa skripsi. Mereka didampingi mulai dari pra-produksi, penggodokan ide, hingga penulisan naskah.
 
"Dan goal-nya di sini kami bisa membuat karya dan karya itu bisa sesuai output yang diinginkan. Misal diputar di mana atau disubmit di festival film nasional atau internasional. Kalau output-nya sesuai, penilaiannya bisa maksimal. Dan beruntung saat kami menetapkan output-nya festival film, itu bisa kami raih," ungkap mahasiswa UMM angkatan 2018 itu.
 
Meski membuat film, Kiki dan teman-temannya tetap diwajibkan memiliki naskah dan narasi akademik terkait yang mereka kerjakan. Naskah dan narasi akademik itu dimuat dalam sebuah laporan.
 
Tak luput, dalam laporan itu dijelaskan proses pembuatan film dari nol hingga selesai. Ditambah, dengan penjelasan output yang diraih lengkap bersama teori yang digunakan.
 
"Jadi, sampai teorinya pun tetap ada. Kalau saya sebagai sutradara memakai teori komunkasi intrapersonal, sesuai cerita yang saya angkat," beber Kiki.
 

Skripsi Bukan Jaminan Kompetensi, Akreditasi Tanpa Beban Adminstrasi


Proses produksi film Tidak Mati, Aku Tetap Menjadi Milikku Selalu. DOK Kiki Rahma Ardiansyah
 
Total, ia bersama dua temannya itu mengerjakan film tersebut selama enam bulan dan ditambah tiga bulan untuk mendapatkan tempat di festival film. Setelahnya, mereka masih harus mengikuti seminar maupun sidang tugas akhir di depan dosen penguji.
 
Bagi Kiki, pilihan lulus lewat jalur non-skripsi lebih menguntungkan. Sebab, sebagai lulusan ia merasa bisa menyelesaikan studinya dengan maksimal.
 
"Berdasarkan kompetensi dan output itu lebih tepat untuk katakanlah mahasiswa AV. Pun kompetensi yang kami raih ini mempercepat kami terserap di industri film, belum sampai dua bulan lulus sudah banyak tawaran kerja dari industri," ujar Kiki.
 
Kekuatan pembuktian kompetensi melalui jalur non-skripsi ini telah ditangkap oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kemendikbudristek melepas kungkung lulus harus dengan skripsi.
 
Tujuannya jelas, agar kompetensi dapat diraih dengan cara tepat dan maksimal. Skripsi bukan jalan satu-satunya dan mahasiswa bisa memperkuat kompetensinya lewat jalur-jalur yang lebih tepat.
 
Kebijakan tersebut hadir lewat Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Di dalamnya turut mengatur Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.
 
Dalam aturan tersebut, skripsi bukan lagi syarat kelulusan mutlak bagi mahasiswa S1, termasuk bagi mahasiswa vokasi. Kebijakan ini juga menjadi bagian dari kebijakan Merdeka Belajar Episode ke-26.
 

Skripsi Bukan Jaminan Kompetensi, Akreditasi Tanpa Beban Adminstrasi


Mendikbudristek Nadiem Makarim saat peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26. DOK YouTube Kemdikbud
 
Saat diluncurkan, Mendikbudristek Nadiem Makarim menyebut kebijakan ini adalah bentuk keseriusan pihaknya dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Semangatnya ada pada transformasi pendidikan tinggi.
 
"Pendidikan tinggi memiliki peran penting sebagai pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan, persiapan SDM unggul dan sebagai tulang punggung inovasi. Selain itu, pendidikan tinggi adalah jenjang yang paling dekat dengan dunia kerja dan masyarakat, lulusan perguruan tinggi dituntut untuk dapat berkontribusi dengan baik. Itu mengapa kami meletakkan titik berat pada transformasi jenjang pendidikan tinggi, ” jelas Nadiem saat peluncuran Merdeka Belajar episode ke-26, Selasa, 29 Agustus 2023.
 
Nadiem menyebut terdapat dua hal fundamental dalam kebijakan ini. Pertama, Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang lebih memerdekakan, di mana Standar Nasional kini berfungsi sebagai pengaturan framework dan tidak lagi bersifat preskriptif dan detail, di antaranya terkait pengaturan tugas akhir mahasiswa. Kedua, sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial perguruan tinggi.
 
"Merdeka Belajar Episode ke-26 memudahkan perguruan tinggi untuk lebih fokus dalam meningkatkan mutu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat," tutur Nadiem.
 
Pada poin pertama terkait tugas akhir mahasiswa, Kemendikbudristek menyerahkan kepada perguruan tinggi untuk menentukan skema yang tepat untuk meluluskan mahasiswa S1. Bisa dengan skripsi maupun tugas akhir berupa pengerjaan karya, project base learningprototype, dan bentuk lainnya yang relevan.
 

Baca juga: Skripsi Tidak Wajib, Nadiem: Jangan Senang Dulu!


Terkait meluluskan mahasiswa, Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Nizam menegaskan fokusnya tetap pada kompetensi mahasiswa. Dengan begitu, pilihan selain skripsi bukan untuk memudahkan kelulusan.
 
"Ada kompetensi lulusan yang dihasilkan. Jadi, bukan menjadikan mudah, tapi banyak pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dunia kerja maupun warna masing-masing perguruan tinggi," tutur Nizam saat jumpa pers, Jumat, 1 September 2023.
 
Dosen pembimbing diharapkan mampu mengawasi tugas akhir mahasiswa. Terutama dari tindakan plagiat atau duplikasi.
 
Apabila duplikasi skripsi bisa dicek melalui website, pekerjaan rumah lebih berat bila tugas akhir mahasiswa berupa proyek dan lainnya. Dosen pembimbing diminta lebih awas.
 
"Orisinalitas karya itu harusnya lebih tinggi, tapi sekali lagi kuncinya di dosen pembimbing, di dosen-dosen, dan integritas perguruan tinggi itu sendiri," tegas Nizam.
 
Nizam mengingatkan meski tidak ada kewajiban mengerjakan skripsi, tak pelak dianggap angin segar oleh mahasiswa. Sebab, baik skripsi maupun tugas akhir dengan bentuk lainnya tetap memiliki standar kompetensi tertentu yang ditetapkan perguruan tinggi untuk meluluskan mahasiswa.
 
"Ini memang euforia bagi mahasiswa. Jangan sampai kemudian menganggap ini menggampangkan," jelas Nizam.
 
Salah satu kampus di Indonesia yang juga telah meluluskan mahasiswanya tanpa skripsi adalah Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ). Mahasiswa dapat mengerjakan proyek atau membuat karya untuk lulus.
 
Di UPNVJ, meski tak mengerjakan skripsi, mahasiswa yang memilih tugas akhir dalam bentuk lainnya tetap harus membuat naskah akademik dari yang dikerjakan. Sebab, apa pun tugas akhir yang dipilih, harus tetap memuat analisis secara kademik.
 
"Jadi apa pun laporannya, itu naskah, narasi akademiknya pasti ada. Walaupun analisisnya enggak setebal skripsi, itu bisa 30 lembar begitu mesti ada," jelas Rektor UPNVJ, Anter Venus, di kampus UPNVJ Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin, 4 September 2023.
 
Apa yang menjadi maksud Kemendikbudristek dan dijalankan UPNVJ serta UMM juga berlaku bagi calon lulusan perguruan tinggi S1 di luar negeri.

Serupa di kampus Amerika-UK

Salah satu negara yang juga tak mewajibkan skripsi sebagai syarat lulus mahasiswanya adalah Amerika Serikat dan United Kingdom (UK) atau Inggris Raya.
 
"Tidak semua Universitas di Amerika, maupun Inggris Raya mewajibkan penulisan skripsi atau tesis sebagai prasyarat kelulusan program Bachelor (setara S1), termasuk di University of Nottingham di mana saya mengajar," beber Ilmuwan Diaspora Nottingham University, Bagus Muljadi, kepada Medcom.id, Jumat, 1 September 2023.
 
Namun, kemampuan mahasiswa untuk menulis sistematis tetap menjadi kriteria penting. Hal itu secara eksplisit terintegrasi dalam nilai ambang batas mata kuliah-mata kuliah yang ada.
 
Kemudian, untuk menjaga kualitas lulusan dan menghindari korupsi, universitas-universitas di UK menerapkan sistem telaah sejawat. Seorang asesor independent, yang berasal dari universitas lain, setiap tahun dilibatkan dalam menilai kualitas mata kuliah-mata kuliah yang ada.
 
"Di Inggris Raya, mahasiswa juga dilibatkan dalam penilaian kualitas sebuah program studi dan universitas secara keseluruhan, lewat survei nasional yang terintegrasi dalam program seperti Teaching Excellence Framework," sebut dia.

Bukan cuma soal skripsi

Kebijakan Merdeka Belajar episode ke-26 bukan cuma soal skripsi. Masih terkait kelulusan, bagi mahasiswa S2 dan S3, melalui kebijakan tersebut, tak ada lagi kewajiban mengunggah tesis atau disertasi ke jurnal terakreditasi.
 
Meski begitu, calon lulusan S2 dan S3 masih wajib mengerjakan tugas akhir. Hal ini menjadi bukti dari implementasi otonomi perguruan tinggi.
 
Yang jelas, amanat Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 terkait hal tersebut telah mengakomodir bentuk lain sebagai standar lulusan magister maupun doktor terapan. Tentunya dengan disesuaikan dengan karakteristik ilmu masing-masing prodi.

Merayakan sistem akreditasi

Kebijakan ini juga memberikan angin segar pada sistem akreditasi perguruann tinggi. Kemendikbudristek menyederhanakan status akreditasi perguruan tinggi hingga akreditasi program studi.
 
Tak ada lagi akreditasi A, B, Baik Sekali, dan C untuk perguruan tinggi. Akreditasi kini menyisakan dua status.
 
Akreditasi wajib perguruan tinggi hanya ada dua status, Tidak Terakreditasi dan Terakreditasi. Sementara itu, akreditasi Unggul hanya berlaku untuk akreditasi program studi dan sifatnya tidak wajib.
 
Untuk akreditasi wajib, pemerintah akan menanggung biayanya. Artinya, akreditasi perguruan tinggi tidak lagi dibebankan pada perguruan tinggi.
 
Hal itu juga berlaku pada akreditasi program studi untuk akreditasi wajib. Biaya akreditasi baru akan dibebankan bila program studi ingin mencari status Unggul.
 
Masa transisi perubahan akreditasi ini berjalan dalam dua tahun ke depan. Perguruan tinggi yang baru memperoleh akreditasi akan berlaku sampai masa berlakunya habis.

 

Skripsi Bukan Jaminan Kompetensi, Akreditasi Tanpa Beban Adminstrasi


Rektor IPB University, Arif Satria. Medcom.id/Ilham Pratama Putra

Disambut gembira

Rektor IPB University, Arif Satria, menyambut baik transformasi standar nasional pendidikan tinggi. Menurutnya transformasi yang dimuat dalam Merdeka Belajar episode ke-26 ini mengurangi beban administrasi dosen.
 
"Dampak yang paling terasa adalah beban dosen terkait administrasi berkurang drastis. Dengan demikian kita bisa fokus pada penyiapan SDM unggul yang sesuai (compatible) terhadap perubahan masa depan dan fokus pada outcome pembelajaran,” jelas Arif dalam siaran YouTube Kemendikbud RI, Selasa, 29 Agustus 2023.
 
Dengan begitu, pihaknya dapat lebih fokus pada learning outcome. Di antaranya berupa peningkatan kompetensi dan keterampilan non-teknis atau soft skills.
 
“Ruang fleksibilitas yang dihadirkan ini menjadi modal agar sesuai dengan kebutuhan zaman di masa depan dan yang paling penting menghasilkan learning outcome yang baik,” ujar Arif.
 
Terkait keleluasaan tersebut, Rektor Universitas Teknik Sumbawa, Chairul Hudaya, mengatakan transformasi ini menjadi cita-cita sivitas akademikanya. Bahkan, hal ini sudah diharapkannya sejak lama.
 
"Tentu saja dengan memberikan kepercayaan kepada perguruan tinggi, kami bisa menentukan sikap, keterampilan umum maupun khusus, dan ini memberikan keleluasan buat kampus tanpa menurunkan kualitas pembelajaran,” ujar Chairul.
 

Baca juga: Skripsi Bisa Membuat Perguruan Tinggi Stagnan


Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id.

Sumber: https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/GbmP44PN-skripsi-bukan-jaminan-kompetensi-akreditasi-tanpa-beban-adminstrasi
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler