Cerita Mantan Napi Terorisme Ali Fauzi, Menangis Saat Raih Gelar Doktor dengan Predikat Cum Laude

Author : Humas | Jum'at, 20 Januari 2023 16:08 WIB | kompas.com - kompas.com

Eks napiter, Ali Fauzi dalam ujian terbuka untuk menyelesaikan studi S3-nya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Selasa (17/1/2022).

Eks napiter, Ali Fauzi dalam ujian terbuka untuk menyelesaikan studi S3-nya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Selasa (17/1/2022). (Dok. Humas UMM)

Penulis Kontributor Malang dan Batu, Nugraha Perdana | Editor Pythag Kurniati

MALANG, KOMPAS.com - Mantan napi terorisme (napiter), Ali Fauzi baru saja menyelesaikan studi S3-nya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Ali yang pernah terlibat dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI) ini lulus dengan predikat Cum Laude.

Dukungan istri

Saat dihubungi melalui telepon WhatsApp, Ali bercerita tentang perjuangannya menyelesaikan tugas akhirnya berjudul Edukasi Moderasi Beragama Bagi Para Mantan Napiter.

Dia sangat merasa gugup ketika menjalani sidang ujian di hadapan tujuh pengujinya yang rata-rata bergelar para profesor pada Selasa (17/1/2022).

Namun, dorongan motivasi dari istrinya yang meminta untuk memberikan hasil terbaik dalam ujian tersebut membuat rasa percaya dirinya kembali.

"Sebelumnya, saya berkali-kali ketika bertemu dengan dosen pembimbing selalu revisi (disertasi/ tugas akhirnya), tidak ada benarnya, karena harus menyesuaikan pandangan antara dosen. Ketika ujian itu Ya Allah rasanya seperti dihantui ketakutan, gimana gitu, ketika menghadapi para dosen profesor, saya minder," kata Ali pada Jumat (20/1/2023).

Disertasi eks napiter

Dalam mengerjakan disertasinya, Ali menggali data dengan berfokus pada subjek eks napiter.

Mulai dari proses perekrutan, radikalisasi, hingga aksi berupa penembakan dan pengeboman.

"Subjek penelitian eks napiter yang saya wawancarai, seperti mengapa bergabung menjadi teroris, perjalanan mereka bisa menjadi radikal, itu saya gali satu-satu, kemudian mereka bisa balik menjadi moderat seperti apa," katanya.

Ali menilai bahwa pemahaman Islam para eks napiter pada teks tidak sesuai dengan konteks di Indonesia. Hal itu telah menenggelamkan gerakan radikal fundamental yang berujung pada terorisme.

"Namun kini para napiter telah menyadari kesalahan mereka yang telah melakukan tindakan merugikan pihak lain dan mengakhirinya," katanya.

Menurut Ali, moderasi beragama membuat mereka membuka pikiran dan sadar. Terutama, terkait hak-hak orang lain yang berbeda pemahaman maupun agama di Indonesia.

Pemaknaan Islam secara moderat dan humanis menenangkan batin bagi kehidupan mantan napiter.

Menangis lulus Cum Laude

Perjuangan Ali untuk menyelesaikan studi doktor selama 3,6 tahun itu sempat berdarah-darah. Ali pernah jatuh dari sepeda motor hingga dirawat di rumah sakit karena banyak pikiran dan mengalami vertigo.

"Saya merasa berat, sempat terbesit menyesal menjalani studi ini, saya sangat tersiksa karena tugas juga banyak. Tapi saya nangis bisa dapat Cum Laude itu," katanya.

Bagi Ali, sebenarnya lingkungan pendidikan bukan hal yang asing baginya. Dia mengatakan, dari kecil tumbuh dan besar di lingkungan pondok pesantren.

Tercatat, dia lulus D3 Ma'had Aly Darul Ulum di Lamongan. Kemudian pada tahun 2007, Ali lulus S1 di STAI Al Aqidah, Jakarta. Dan, pada tahun 2009-2011 menyelesaikan studi S2 jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Surabaya.

"Saya semua linear, ambil jurusan Tarbiyah (Pendidikan Agama Islam dari S1 - S3)," katanya.

Di sisi lain, Ali juga memiliki kesibukan bersama Yayasan Lingkar Perdamaian. Yayasan ini bertujuan untuk membawa pulang mantan napiter ke NKRI, memberikan pembinaan di lapas, serta memberdayakan mereka melalui pelatihan keterampilan.

Bahkan juga memberikan bantuan pendidikan bagi anak-anak dan juga para janda yang ditinggal suami dalam kasus terorisme.

Sebagai informasi, Ali merupakan adik kandung dari Amrozi dan Ali Ghufron, pelaku Bom Bali pada 2002 silam.

Setelah peristiwa Bom Bali II pada 2005, Ali ditangkap pihak keamanan Filipina. Ia kemudian dideportasi ke Indonesia dan menjalani hukuman selama tiga tahun.

Usai menjalani masa hukuman, Ali dipertemukan dengan para korban aksi terorisme. Mereka rata-rata mengalami cacat fisik dan tekanan mental. Dari sana, Ali kemudian menyadari kesalahannya.

Setelah bebas dari penjara usai dideportasi dari Filipina, dia mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) bersama dengan para mantan napiter lain di Indonesia, di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, tempatnya dibesarkan.

Setelah meraih gelar doktor, Ali kini banyak mendapat tawaran mengajar.

"Sebenarnya sejak 2012 saya sudah jadi dosen di Lamongan. Tapi sejak kemarin setelah ujian doktor dan dapat predikat cum laude banyak banget penawaran menjadi dosen," katanya.

Sumber: https://surabaya.kompas.com/read/2023/01/20/160851278/cerita-mantan-napi-terorisme-ali-fauzi-menangis-saat-raih-gelar-doktor?page=3
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler