Hedonisme Menjerat Koruptor

Author : Humas | Minggu, 15 Oktober 2023 09:49 WIB | Harian Bhirawa - Harian Bhirawa

Oleh :
Jusrihamulyono A.HM
Trainer Pelatihan Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK) PUSDIKLAT Pengambangan SDM UMM


Akhir-akhir ini bermunculan fenomena yang dinilai oleh masyarakat sebagai penyakit kesenjangan sosial. Bagaimana tidak, beberapa pejabat negara hingga status ASN merubah paradigma masyarakat dari pelayan masyarakat menjadi pengambil hak masyarakat. Hal ini tidak mengherankan pada publik opini yang berkembang di tengah masyarakat bahwa petinggi negara memiliki kehidupan mewah.

Kehidupan mewah pada dasarnya tidak bermasalah. Namun, pada realita beberapa bulan belakangan ini terdapat kemewahan keluarga pejabat yang diumbar secara sengaja demi popularitas. Seseorang memiliki harta banyak merupakan perilaku yang diterima secara sosial. Sebab, masing-masing orang dalam mendapatkan harta tentu memiliki maksud tersendiri. Ada dijadikan sebagai amal kebaikan, harta dijadikan benda untuk membagi ke sesama, harta dijadikan sebagai barang pajangan dengan tatanan sesuai harga.

Gaya hidup hedonisme di masa sekarang mengiring pelakunya untuk berperilaku dengan gaya kebahagian serta kesenangan yang dirasakan oleh benda harta yang mewah hingga mampu menyetir orang melalui uang. Dalam KBBI, pengertian hedonisme merupakan pandangan seseorang dengan menganggap bahwa setiap kesenangan dan kenikmatan bersumber dari materi dan menjadi tujuan hidup utama.

Kenyataan sosial dan teori terkait hedonisme menjadi tantangan besar untuk diperhatikan. Pasalnya, orang berkehidupan dengan gaya menampakkan kemewahannya akan berdampingan munculnya tindakan untuk mengecilkan orang yang berpenghasilan kecil pula. Pranata sosial akibat hedonisme menyudutkan kalangan tertentu. Orang yang berpenghasilan tinggi tanpa adanya pengawasan dari atasan memiliki keleluasaan menghamburkan kemewahannya. Perilaku ini menimbulkan adanya sikap empati yang hilang kepada orang yang tidak berpunya.

Kebijakan menghapus gaya hidup hedonisme di tangan petinggi di negara kita mulai aktif meskipun disisi lain masih saja ada yang menghiraukan himbauan tersebut. Pencopotan jabatan salah satu jalur alternatif dalam menindak keluarga pejabat yang meninggikan gaya hidup hedonisme. Tulisan ini tidak bertujuan menyudutkan kalangan tertentu. Hanya saja fenomena yang menjadi perhatian masyarakat hingga pengamat sosial sedang memandang bahwa hal ini harus diputus. Tidak sedikit yang mendukung pencopotan jabatan sebagai sanksi administrasi dan menjadi sanksi moral untuk pelakunya.

Pencopotan Selaras Pancasila

Pada dasar kehidupan negara Indonesia berada pada pusaran Pancasila. Kehidupan antara sesama sangat mendukung kehidupan kesejahteraan bersama. Pancasila dijadikan sebagai acuan dalam bermasyarakat. Keterkaitan Pancasila dengan gaya hidup hedonisme tidak sejalan pada sila kedua dan kelima.

Sila kedua berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”. Sila ini mencerminkan nilai kemanusiaan dengan moral perilaku adil melalui dorongan hati nurani untuk memperlakukan sesama sebagaimana mestinya tanpa membedakan segi sosial, ekonomi, pendidikan, suku agama, ras, serta bahasa. Pada segi adab mencerminkan gaya hidup hedonisme tentu bertolak belakang. Hal ini terletak pada ketersinggungan, tata krama, nilai kesusilaan pada pola komunikasi yang cenderung meremehkan masyarakat berpendapatan kecil.

Sila kelima berbunyi ” Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Wujud sila kelima dari kata keadilan tercipta dari diri sendiri dan berdampak pada orang lain. Menjaga keseimbangan serta hak-hak sesama. Menghormati hak-hak orang lain. Dalam pandangan sila kelima ini menjadikan pola gaya hidup hedonisme tidak sejalan. Sila kelima menginginkan akan kesetaraan dalam sosial tanpa ada perbedaan. Hedonisme cenderung menyetir orang tertentu untuk menuruti kemauannya sendiri dengan selembaran kemewahan ditawarkan ke orang tersebut. Akibatnya banyak kesenjangan secara sosial yang timbul akibat hedonisme.

Kedua pilar sila di atas, secara objektif untuk mewujudkan kesamaan hak bagi setiap warga negara, pemerataan, kesejahteraan dan keadilan dari berbagai kalangan. Bila ditarik kedua sila di atas dengan pencopotan jabatan akibat Hedonisme, tentu merupakan jalan kebijakan yang dicoba untuk meminimalisir adanya kesenjangan antara masyarakat. Pesan moral tersebut memberikan kesan bahwa keserasian antara sesama manusia perlu dijunjung tinggi tanpa melihat status sosial dan status jabatan.

Sanksi Sosial Hedonisme
Regulasi instansi negara terhadap aparatur negara yang melakukan tindakan hedonisme ditindak secara administratif berupa pencopotan jabatan hingga pencabutan status keanggotaan. Beberapa terjerat dari hukuman pencopotan hingga pencabutan diakibatkan gerak-gerik dari keluarga pejabat yang menyalahgunakan kepemilikan dengan gaya pola hedonisme. Masyarakat yang menilai tentu merespon secara cepat dengan mempertanyakan perolehan kekayaan. Respon tersebut menjadi sebab sanksi sosial bila ditemukan perihal yang dianggap tidak wajar.

Sanksi sosial biasanya berupa stigma atau pengucilan secara sosial baik individu maupun kelompok. Pada pelaku hedonisme akan berdampak pengucilan secara sosial oleh masyarakat kepada anggota keluarga. Anggota keluarga akan dijauhi oleh masyarakat setempat. Anggota mendapat serangan verbal akibat tindakan yang dinilai merugikan ekosistem sosial. Penilaian ini dipicu dari penghasilan pejabat yang tidak wajar dengan perilaku hidup yang menampakkan kemewahan.

Sebuah sanksi diberikan akibat sebuah perilaku yang berlebihan. Sanksi sosial yang diberikan kepada orang dengan status keluarga pejabat sebatas isolasi sosial sebagai efek jera. Pencopotan jabatan sebagai langkah yang tepat untuk berdampak sebagai efek sosial serta pesan moral akibat perilaku yang ditimbulkan. Pencopotan jabatan seiring nilai sila kedua dan kelima dalam menyetarakan sosial.

Dalam ajaran islam sebagaimana definisi Nabi Muhammad SAW, “menjadi kaya bukan berarti memiliki harta yang banyak. Orang yang benar-benar kaya adalah orang yang merasa cukup”, (At-Tirmidzi 2373). Kalimat penghujung dari penulis, kecukupan mengantarkan untuk merasa tau diri akan kepemilikan, bukan sebaliknya kepemilikan mengantarkan lupa diri. Terlena akan yang dimiliki membuat diri cenderung mementingkan kebahagiaan dibandingkan kebutuhan. Kasus hedonisme yang menjerat keluarga pejabat memberikan nasihat kehidupan akan self-control terhadap megahnya dunia karena jabatan.

Sumber: https://www.harianbhirawa.co.id/hedonisme-menjerat-koruptor/
Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image


Shared:

Kategori

Berita Terpopuler