PBNU-PP Muhammadiyah: NKRI Perlu RUU Kamnas (4)

Author : Humas | Monday, April 02, 2012 | Suara Karya -

Banyak pihak menyambut baik Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas). Calon legislasi ini dinilai dapat memaksimalkan potensi kekuatan kemanan di Indonesia, serta mensinergikan, mengakomodasi kekuatan potensi nasional.

RUU Kamnas juga dianggap tak akan mengganggu kinerja polisi. Karena, salah satu poinnya mengatur tentang kewenangan presiden mengerahkan TNI dalam situasi tertentu.

 

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin menegaskan, bahwa tak ada alasan bagi dirinya maupun organisasi untuk menolak RUU Kamnas. "Hingga saat ini masih ada potensi-potensi kecil yang mengganggu keamanan nasional, sehingga keberadaan RUU ini cukup penting. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kami untuk menolaknya," kata Din di sela-sela sosialisasi RUU Kamnas di Kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dome, Malang, Jawa Timur, belum lama ini.

Ia mengakui, dalam draf RUU tersebut masih ada satu dua hal yang harus disempurnakan. Namun, tutur dia, jangan karena ada satu dua substansi yang tidak cocok lantas ditolak mentah-mentah tanpa dikaji dan diperbaiki lebih dulu.

Menurut Din, negara ini adalah pelindung, maka RUU Kamnas nanti juga harus memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Aparat keamanan juga harus memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat. Jangan sampai paradigma bahwa aparat keamanan itu justru memusuhi, menembaki, bahkan menghilangkan nyawa masyarakat, seperti yang terjadi di Mesuji, Lampung, maupun Nusa Tenggara Barat (NTB) belum lama ini.

"Dilindungi itu merupakan hak pokok bagi warga negara, sehingga RUU Kamnas itu nanti juga harus dikombinasikan antara 'soft' keamanan dan hard 'keamanan'," katanya menegaskan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Potensi Pertahanan (Ditjen Pothan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Dr Pos M Hutabarat, mengatakan, RUU Kamnas tersebut telah diserahkan ke parlemen pada 23 Maret 2011, dan saat ini masih dibahas secara internal oleh Pansus DPR.

Dalam perjalanan pembahasan RUU Kamnas tersebut, tutur dia menjelaskan, terbuka ruang publik ikut terlibat dalam pembahasannya melalui saran dan masukan-masukan. Ini demi memperbaiki RUU itu sebelum disahkan menjadi UU.

"RUU ini nantinya diproyeksikan menjadi sebuah grand design bagi keamanan nasional yang melibatkan berbagai pihak, sebab selama ini instansi berjalan sendiri-sendiri dan UU yang lahir juga hanya untuk kepentingan masing-masing instansi itu, padahal kita butuh UU yang terintegrasi," kata Pos Hutabarat.

RUU Keamanan Nasional tersebut terdiri atas tujuh bab dan 60 pasal. Salah satu poinnya adalah dibentuknya Forum Koordinasi Keamanan Provinsi dan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam bulan setelah dibentuknya Dewan Keamanan Nasional enam bulan setelah disahkannya RUU menjadi UU Keamanan Nasional.

Jangan Apriori

Di pihak lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau agar RUU Kamnas harus disemangati untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Jadi, jangan ada yang apriori terhadap RUU tersebut. Walau, demikian tetap harus berada dalam koridor konstitusi," ujar Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf, di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, RUU ini harus meletakkan polisi dan TNI seperti diatur dalam UUD 1945 Pasal 30 tentang pertahanan dan keamanan. "Dengan demikian, RUU itu lebih tepat diberi judul tentang RUU Keamanan dan Pertahanan," katanya.

Dia menyebutkan, dengan cara itu, maka akan dicapai beberapa hal. Pertama, akan ada pengaturan secara jelas kapan situasi di mana kewenangan ada pada Polri dan kapan mesti perlu perbantuan TNI. Begitu juga sebaliknya.

Sistem yang demikian ini, lanjut Ketua MUI Pusat ini, maka tidak ada campur aduk dan saling tindih kewenangan dalam menenagani sebuah situasi tertentu. Di situ sekaligus akan mensinergikan fungsi Polri dan TNI dalam sistem pertahanan dan keamanan secara tepat.

Kedua, karena pengaturan situasional sudah jelas, maka tidak perlu ada kekhawatiran penggunaan terhadap UU ini kelak untuk kepentingan sesaat atau pragmatis. Termasuk penggunaan aparatus intelejen untuk mematai-matai kelompok masyarakat. Sebagaimana kita ketahui intelejen ada di Polri, TNI dan selain BIN sendiri.

Dengan demikian, RUU ini lebih antisipatif terhadap masalah keutuhan Negara-bangsa dalam jangka panjang, daripada sekadar menjawab kepentingan sesaat. Dan ketiga, karena kepentingan regulasi pertahanan dan keamanan adalah untuk kepentingan NKRI, maka ruang lingkup ancaman tidak boleh dibatasi hanya dengan bahaya subversif dan terorisme, tapi juga-bahkan terutama-mengenai sparatisme dan campur tangan negara lain.

 

Menurut mantan Ketua PP GP Ansor ini, bangsa Indonesia selama ini sangat keras terhadap apa yang disebut terorisme, tapi lunak terhadap aksi separatisme dan campur tangan asing atas wilayah NKRI. (Sofyan/Yudhiarma)

من المقطوع: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=300360
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: